Ajining diri dumunung
ana ing lathi, ajining raga ana ing busana merupakan suatu pepatah jawa yang
memberikan nilai yang luar biasa apabila kita memahami dan
melaksanakannya. Adapun dari pada
Ajining diri dumunung ana ing lathi artinya kehormatan seseorang terletak pada
tutur katanya dan ajining raga ana ing busana berarti kehormatan fisik
seseorang terletak pada busana yang dikenakannya.
Namun,
pada zaman sekarang ini, pepatah turun
temurun itu semakin memudar di kalangan
masyarakat, pegawai, bahkan pejabat. Mereka para pelayan masyarakat
yang seharusnya melayani masyarakat dengan baik, justru menghardik masyarakat
itu sendiri. Para calon Kepala Desa, Bupati, Gubernur dan lain lain, apabiala berkampanye tidak tertinggal
janji-janji manis dan kemudian mengingkari janji tersebut dan lebih parahnya
bertindak kriminal atau korupsi setelah kursi empuk didapatkan. Atau mereka
para masyarakat yang kerap mengumpat dengan sebutan binatang dari mulutnya, berbicara
kasar pada lawan bicaranya, bergunjing, ataupun yang lebih kejam adalah
memfitnah. Tanpa disadari ini sangat merugikan diri sendiri.
Sebuah
contoh nyata ketika saya akan berobat ke sebuah puskesmas di daerah saya. Salah
satu pegawai di puskesmas tersebut selalu berkata kasar dan teramat menyakitkan
hati. Ternyata hal seperti ini tidak saja dialami oleh saya, namun juga dialami
oleh pasien lain. Yang lebih parahnya lagi, ketika ada pasien batuk parah di
puskesmas tersebut, tanpa segan pegawai itu membentak dan mengusir agar pasien itu
segera keluar dari ruangnnya. Tidak saja
di puskesmas, ternyata kejadian penanganan pasien yang tidak memuaskan juga
terjadi di sebuah rumah sakit. Dimana saat itu Daniela jaladara membuat sebuah
status dan mengunggahnya di media sosial. “Beberapa
kali membawa pasien ke rumah sakit yang berbeda namun menemukan satu kesamaan:
para pelayan orang sakit rupanya sudah "sakit akut". Jiwa melayaninya
hampir tak ada. Mereka memanggil nama-nama pasien seperti majikan jahat
meneriaki pembantunya. Astaghfirullah. Seorang pasien kakek yang sudah jompo di
hardik, dibentak, disalahkan gara-gara tidak tahu caranya mengantri. Merasa
belum puas, "pelayan kesehatan" ini menggunjingkan kesalahan si kakek
kepada pasien lain, didepan kakek tua yang usianya lebih dari 70th.”
Dari
kedua contoh nyata diatas sangat miris sekali. Jika Indoensia dikenal dengan
budaya timur yang terkenal ramah dan baik namun pada kenyataannya tidak demikian. Apakah memang zaman telah
merubahnya? Ataukah dengan begitu akan merasa bangga dan puas telah menyakiti
hati seseorang? Sangat berbeda sekali dengan pelayanan yang diberikan oleh
rumah sakit ketika saya masih di Hong Kong. Ketika saya akan mengambilkan obat
milik majikan. Mereka tahu siapa saya. Namun, mereka tetap ramah dan memasang
muka yang cukup ceria ketika menyapa pasien. Seharusnya apabila masih merasa
bangsa Indonesia merasa malu dengan ucapan yang kasar dan tidak bermanfaat.
Lalu
apakah sikap seperti ini akan selalu dipupuk dan tidak berusaha untuk
merubahnya? Sikap yang demikian itu tanpa disadari menjadikan orang menjahui
kita, merasa tersudutkan lalu kemudian orang yang disekeliling kita juga tidak
akan menghormati kita sebagaimana kita tidak menghormati mereka. Berusahalah
untuk merubah lidah agar mengucapkan hal-hal yang baik saja, segera meminta
maaf ketika kita merasa menyinggung perasan lawan bicara. Ketika menghadapi
orang tua atau lawan yang bicara yang sulit untuk diajak bicara yakinkan dalam
hati bahwa orang yang diajak bicara itu adalah orang tua kita ataupun sanak
family kita. Karena sesungguhnya ucapan baik itu salah satu sedekah. Seperti
dalam hadits riwayat Al-Bukhari no 2707 dan Muslim no 2332 yang berbunyi, “kata-kata
yang baik adalah sedekah.”
Sikap
yang tidak mendapatkan kehormatan akan fisik kita oleh pepatah jawa disebut
Ajining rogo seko busono. Berpakaian kekurangan bahan sepertinya sudah mencari trend di kalangan masyarakat saat ini. Gaya
berbusana ala barat menjadi salah satu pilihan favorit baik remaja, dewasa,
bahkan ibu-ibu. Yang lebih memprihatinkan lagi itu ketika ada seseorang
menggunakan jilbab, namun (maaf) menonjolkan
buah dada atau menguunakan pakaian yang
sangat ketat. Untuk gaya jilbab yang seperti ini dikenal dengan sebutan jilboob
atau ada juga yang menyebut jilbab ketupat.
Cara
berpakaian yang seperti itu tentunya akan menimbulkan hal-hal negatif. Seperti
contohnya kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual. Tidak menyalahkan kaum Adam
jika gaya berbusana yang dikenakan seperti itu. Kita tidak akan dilecehkan jika
kita menutup aurat atau memakai baju yang sopan. Tidak saja kaum lelaki yang
sungkan jika melihat seorang wanita berbusana tertutup namun masyrakat sekitar
pun akan sungkan.
Dari
uraian tentang Ajining diri dumunung ana ing lathi, Ajining rogo ana ing busono
berarti, apabila pepatah dari sesepuh ini diterapkan, maka akan mengandung nilai
yang luar biasa bagi diri kita sekaligus memberikan manfaat positif.
Apapun
yang terjadi pada diri kita tergantung oleh kita dalam membawa diri di pergaulan
bermasyarakat.
Tulisan ini disertakan dalam kontes GA Sadar Hati -Bahasa Daerah Harus Diminati
Mohon lengkapi semua syarat ya. Terima kasih.
Mohon cek kembali semua syaratnya ya . Terima kasih :)
sudah kulengkapi Mas Belalang