Sabtu, 17 Mei , 2025
Headline
    Artikel
    Cernak
  • Bukuku
  • Cerpen
    • Oleh: Diani Ramadhaniesta Eli segera menemui daidai, ketika majikannya itu memanggilnya. Ia lalu duduk d [...]

    • Duta Lingkungan

  • Puisi
    • Di pelantara senja lelaki tua mengibaskan sajaknya Duduk bersila diantara semak pandan telaga tenang Den [...]

    • Ritme Hidupku

CERPEN






Sejarah Mooncake Festival

 

Oleh :Diani Ramadhaniesta

 

            Erik Chang memandangi istrinya yang sedang mengemas kue bulan di dalam bok  yang akan di setorkan di Supermarket terdekat. Panganan kue bulan memang menjadi makanan favorit  warga Tionghoa di Tanjung Pinang, bahkan warga China di  seluruh dunia. Melihat hal ini, Erik yang mempunyai jiwa pebisnis dan memang suatu kebetulan jika dia menguasai pembuatan kue bulan yang beranekaragam,  maka Erik yang telah memeluk Islam, mengajarkan cara membuat kue bulan dan pemasarannya dijalanankan bersama istrinya. Kepiawaian Erik dalam membuat kue bulan merupakan warisan turun temurun dari silsilah keluarganya.

 

            Melihat Dinda, istrinya sedang sibuk bersama karyawannya, Erik mengingat sebuah dongeng nyata yang diwariskan dari kakek atau terkadang bapaknya menceritakan kisah kue bulan kepadanya sebelum dia tidur. Kisah yang jalan ceritanya selalu saja sama, namun Erik kecil tidak pernah bosan mendengar sehingga cerita tersebut melekat di memorinya.

 

            Melihat beberapa karyawannya lelah, maka Erik memanggil untuk beristirahat sambil menikmati kue bulan dengan dua kuning telur asin yang melambangkan bulan. Erik duduk dan memandangi satu-satu wajah karyawannya.

 

            “Apa kalian suka kue bulan?” tanyanya dengan senyum merekah.

 

            “Tentu, Tuan. Saya suka sekali, apalagi anak saya itu wuih…kalau makan gak bisa dibayangkan,” jawab satu karyawan bertubuh jangkung.

 

Erik mengangguk-angguk dan memberikan seulas senyuman kepada karyawan bertubuh jangkung tersebut, “Saya akan menceritakan kepada kalian kisah kue  ini yang kini telah menjadi mata pencaharian saya.”

 

“Mata pencaharian saya juga tentunya, Pak,” Celetuk Tiwil, karyawan yang paling termuda.

 

“Ya ya,” mengangguk-angguk dan tersenyum, “jadi begini ceritanya,” Erik memandangi istri tercinta berharap ikut mendengarkan cerita dari silsilah keluarganya. Melihat suaminya memperhatikan Dinda, maka salah satu karyawan perempuan berbisik-bisik ke Dinda. Dinda yang akhirnya tersadar melihat suaminya memperhatikan dirinya, segera menghentikan pekerjaannya dan ikut mendengarkannya. Senyumnya mengembang.

             

kota Yingtiam ada beberapa Prajurit China yang sedang berbincang-bincang setelah mereka melakukan ibadah. Interior klenteng yang sederhana itu cukup menawan. Atap berwarna kuning keemasan dengan garis merah disetiap ruasnya. Dinding dengan ukiran ular naga yang sangat unik ketika diterpa cahaya lampu gantung berwarna merah dan berbentuk bulat sebesar bola kaki. Ketika akan keluar dari klenteng, maka di sana terlihat dua hamparan kolam ikan mas yang mengimpit klenteng di sisi kiri dan sisi kanan klenteng. Sudut kolam sebelah kiri, ada beberapa batang pohon bambu kuning. Klenteng ini dikelilingi pagar dari kayu bambu yang telah di beri warna merah.

 

  Prajurit-prajurt itu tidak lain adalah Prajurit China sekaligus merangkap sebagai pemberontak yang melawan penjajahan dari Bangsa Mongol. Ada tiga Prajurit yang ada dalam klenteng tersebut. Salah seorang dari mereka berjalan mondar-mandir sambil berbicara memberikan arahan. Dia adalah Zhu Yuanzang.

 

 “Saya tidak menyangka atas sikap raja kita terhadap kehidupan rakyat China yang menderita pada saat ini. Bagaimana menderitanya rakyat terutama para petani yang saya lihat disepanjang perjalanan kemarin,” Zhu Yuanzang tetap berjalan kesana kemari.

 

  “Ya, ketika saya hendak mengambil tinta  di istana untuk menulis beberapa surat yang akan disebarkan, saya melihat Sang Raja pesta hura-hura bersama para undangannya,” jawab seorang prajurit yang berbadan kurus sambil menyeduh teh ke cangkir kecilnya.

 

  “Hmmm....seorang Raja yang tidak bertanggung jawab atas penderitaan rakyatnya,” lanjut prajurit yang berbaju cokelat.

 

  “Tuan Zhu Yuanzang! Apa kita tetap akan menyebarkan surat kepada para penduduk, sementara pengawasan dari Bangsa Mongol cukup ketat sekali, akhir-akhir ini. Jika kita nekad, saya takut terjadi hal-hal yang tidak di inginkan,” prajurit yang berbadan kurus berdiri lalu menghampiri  Zhu Yuanzang dan membawakan secangkir teh kecil untuknya.

 

  “Terimakasih”, Zhu Yuanzang menyeruput teh dan segera duduk “ Itulah yang menjadi beban hati saya pada saat ini. Kita harus mencari jalan  lain agar para petani Han dan seluruh rakyat mau mendengarkan ajakan kita untuk bersama-sama memberontak bangsa Mongol,” Zhu Yuanzang duduk dan memandang lampu-lampu gantung.

  “Apa sebaiknya kita menunda dulu penyebaran surat-surat kepada penduduk Tuan Zhu Yuanzang.” usul Prajurit berbadan kurus.

 

  “Tidak. Semakin kita menunda-nunda, Bangsa Mongol bertindak sewenang-wenang terhadap penduduk China. Saya ada satu cara untuk tetap menyebarkan surat-surat ini tanpa di curigai Bangsa Mongol,” wajah Zhu Yuanzang tersenyum merekah seketika.

 

  “Apa itu Tuan?” tanya prajurit berbaju cokelat dan segera menghampiri Zhu Yuanzang, untuk siap-siap mendengar ide Zhu Yuanzang.

 

“Kita harus membuat kue bulan sebanyak-banyaknya. Mengingat kue bulan adalah makanan favorit rakyat China. Dalam waktu dekat ini mooncake harus sudah bisa disebarkan,” Zhu Yuanzang memandang kearah dua prajurit yang saling berpandangan tidak mengerti maksud dari Zhu Yuanzang.

 

 “Tuan, apa hubungan kue bulan dengan penyebaran surat-surat kepada penduduk?” tanya prajurit bertubuh kurus.

 

 “Kita selipkan surat dalam ukran kecil kedalam kue bulan,” jawab Zhu Yuanzang.

 

 “Tuan, sekarang saya mengerti maksud Tuan.”

 

Sejenak hening. Zhu Yuanzang tanpak memikirkan sesuatu. Tatapannya menerawang dan memandangi lampu gantung berwarna merah. Lalu tatapannya berpindah ke wajah prajurit-prajurit yang juga ikut terdiam.

 

Zhu Yuanzang mengambil nafas, “nah, sekarang kita tinggal menyusun strategi untuk membagi-bagikan kue ini kepada seluruh Petani Han yang ada di seluruh kota Yingtiam. Kalian harus berusaha mengumpulkan beberapa prajurit untuk membagikan kue ini secara merata di seluruh kota Yingtiam khususnya para Petani Han!” Zhu Yuanzang menatap prajuritnya berharap mereka mengerti atas apa yang dijelaskannya. Mereka saling pandang lalu mengagguk tanda mengerti.

            “Lima orang prajurit membagikan kue di sebelah utara kota Yingtiam, Lima orang di sebelah selatan, lima orang ke sebelah barat dan lima orang ke sebelah barat. Dan jangan lupa, kalian harus memakai baju pendeta!”

 

            “Ya, akan kami laksanakan, Tuan,” jawab prajurit bertubuh kurus.

 

            “Pemberontakan ini akan dilaksanakan pada tanggal 15 bulan 8. Jadi, kalian harus menyebarkan kue bulan itu dua hari sebelum pemberontakan akan dilaksanakan. Agar kue ini terbagi secara merata keseluruh Petani Han.”

 

                                                                          ***

 

 Ruangan dapur yang cukup lebar di salah seorang penduduk China. Atap dapur sudah banyak berlubang, sehingga cahaya matahari menembus dapur yang  pengap. Ada beberapa karung tumpukan beras di sudut dapur, dan ada juga beberapa kantong gandum yang di gantungkan di atas tumpukan beras. Asap membumbung ke luar melalui atap yang sudah berlubang dan dinding dari anyaman bambu. Jadi,  kesannya dapur itu seperti kebakaran. Dua baskom berukuran besar digunakan untuk mengadon kue bulan. Kuali yang besar setinggi anak berusia lima tahunan siap merebus beribu-ribu telur asin.

 

   “Nona Chang! tolong ambilkan sekantong tepung!  Ini sepertinya adonannya terlalu banyak air,” bibi Yim menudingakan jari telunjuknya kearah gantunagan tepung.

 

   Nona Chang segera membawa sekantong tepung dan di tuangkan kedalam baskom. Seketika tepung mengepul ke wajah Bibi Yim.

 

“UHUK UHUK UHUK, Nona Chang berhati-hatilah sedikit, lihat mukaku sudah seperti kue bulan!” Bibi Yim segera mengusap wajahnya dengan punggung tangannya.

 

 “Bibi! Kenapa Tuan Zhu Yuanzang membuat kue bulan sebanyak ini? untuk apa Bibi?” Tanya Nona Chang.

 

   “Untuk dibagi-bagikan kepada penduduk,” jawab Bibi Yim.

 

   “Kok aneh sih, Bi? Dalam rangka apa ya, Bi?” tanya Nona Chang.

 

 “Saya tidak tahu.Tolong kamu kupas telur asin itu dan ambil kuningnya saja!” Bibi Yim memasukkan adonan kedalam cetakan.

 

 “Bibi Yim, sebelum mencetak kue bulan, tolong gulungan kertas kecil ini diselipkan di dalam kue bulan,” Zhu Yuanzang meletakkan gulungan kertas kecil-kecil di hadapan Bibi Yim.

 

  “Baik Tuan Zhu Yuanzang,” ketika  Zhu Yuanzang berlalu dari dapur, Bibi Yim membuka satu gulungan kertas, lalu ia baca.

 

“HABISI ORANG TARTAR/BANGSA MONGOL TANGGAL 15 BULAN 8. KETIKA MATAHARI DI TITIK PUNCAK.”

 

 Bibi Yim mengernyitkan dahi, lalu mengangguk-angguk sendiri.

 

 

 ***

 

  Kini kue bulan telah tertata rapi dalam wadah yang terbuat dari anyaman bambu. Kue bulan akan dibagikan oleh Tuan Zhu Yuanzanag, besok pada tanggal 13 bulan 8 pukul 5 pagi. Ia mengingatkan dan memberitahu strategi kepada ke 20 prajurit  

untuk  membagikan kue bulan itu kepada para penduduk. Dan mereka menyamar sebagai  pendeta.

 

  Pembagian kue bulan berjalan secara lancar. Bangsa Mongol tidak menaruh curiga sedikit pun kepada prajurit yang menyamar sebagai seorang pendeta. Ketika para penduduk menerima kue bulan, mereka sangat senang sekali dan langsung menyantapnya. Ketika kue bulan telah tergigit sampai di pertengahan, mereka terkejut dengan adanya gulungan kertas kecil yang mereka temukan. Ada pula yang sempat mengunyah gulungan itu. Ketika membaca kata demi kata pada gulungan kertas itu, maka para Petani Han sepakat untuk melaksanakan pesan dari Tuan Zhu Yuanzang.

 

   Pada tanggal 15 bulan 8 rakyat bangkit berevolusi dan terjadilah pemberontakan secara heroik yang di pimpin oleh Zhu Yuanzang. Bangsa Mongol sangat terkejut dan tidak menyangka sebelumnya akan ada penyeranagan cukup besar. Mereka kewalahan menghadapi ribuan penduduk yang mempunyai semangat tinggi walau senjata mereka cukup sederhana.

 

 Akhirnya tanggal 15 bulan 8, rakyat berhasil melawan pemerintahan Mongol. Sejak saat itu kue bulan menjadi makanan tradisional saat terang  bulan dan merayakan upacara bulan purnama yang di sebut Zhong Qiu Jie atau di sebut sembahyang Tiong Ciu Pia. Lebih populernya di sebut Mooncake Festival.

 

  Karena Dinasti Yuan yang didirikan Bangsa Mongol berhasil di gempurkan, maka Zhu Yuanzang mendirikan Dinasti Ming dan ia diangkat menjadi kaisar pertama pada pemerintahan Dinasti Ming. Dinasti Ming didirikan di kota Yingtian (sekarang Nanjing). Kaisar Hongwu, Zhu Yuanzang melakukan reformasi pada sistem pemerintahan dan birokrasi dengan membentuk organ birokrasi baru untuk mencegah lembaga yang mempunyai wewenang yang terlalu besar. Akhirnya rakyat hidup makmur di bawah pemerintahan Zhu Yuanzang dan ia menetapkan pada tanggal 15  bulan 8 sebagai perayaan kue bulan atau mooncake festival.

 

Erik terdiam mengakhiri ceritanya dan matanya terpejam cukup  lama. Para karyawan dan istrinya merasa aneh kepada Erik Chang.

 

“Kalian tahu, jika dahulu membuat kue bulan di dapur yang pengap, tapi sekarang kita berada diruangan yang full AC. Jika dahulu kue bulan dibagikan secara Cuma-Cuma untuk para petani, kita membuat kue bulan untuk dijual kepada kepada orang yang berduit, karena kue bulan ini harganya memnag cukup mahal. Jika dahulu membuat kue bulan bertujuan untuk menggerakkan pemberontakan, maka sekarang kue bulan hanya untuk mengenyangkan perut tanpa melihat yang dibawah.” Erik menarik nafas panjang, ada rasa sedih di raut mukanya.

 

“Jadi, apa sih maksud Bapak? Saya binging?” Tanya Tiwil.

 

“Maksud saya, manjakanlah pembeli dan sedekahkanlah kue-kue ini kepada para pengemis yang belum tentu pernah merasakan kue bulan pada bulan 8 penaggalan China yang artinya pada bulan September ini. Rezeki kita akan semakin berkah karena sedekah.”

 

“Mas, kenapa Mas kok lancer sekali ya menceritakan legenda dari China tersebut? Dan saat mengucapkan nama Nona Chang, sepertinya raut wajah, Mas kok berubah bagaimana gitu. Apakah ada kaitanya usaha kue bulan kita dengan legenda kue bulan, Mas?” Tanya Dinda penuh selidik kepada suaminya.

 

“Dinda, maafkan aku jika selama ini aku tidak pernah menceritakan kisah ini padamu, Dindaku. Ini bukan legenda, tapi ini kisah nyata dan Nona Chang itu merupakan nenek moyangku dari silsilah keluargaku di China.”

 

“Lho, Mas. Kok perkawinan kita sudah empat tahun kok baru bercerita toh,” Sungut Dinda.

 

“Dinda, Mas menunggu waktu yang tepat. Waktu dimana semua mimpiku menjadi nyata. Menjadi pengusaha kue bulan. Meneruskan usaha yang pernah ditekuni Ayahku. Dimana usaha itu dahulu berpusat di Batavia, sayang perusahan Ayahku ditilang Belanda. Melihat penderitaan kami secara mendadak, maka aku berniat membangun usaha ini dari nol. Dan jika usaha kue bulan ini maju, akan aku ceritakan pada istri tercintakku. Ternyata mimpi itu mawujud sekarang di hadapan kalian.”

 

   

 

 

 

 

 

 

 

 
Diani Ramadhaniesta adalah nama pena dari Diani Anggarawati. Merupakan salah satu BMI Hong Kong, dan merupakan salah satu angggota FLP Hong Kong. Telepon: +85294420042.




G+

Recent Articles

1 komentar for "CERPEN"

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Leave a reply

    KULINER
  • Wisata