Sejarah Mooncake Festival
Oleh :Diani Ramadhaniesta
Erik
Chang memandangi istrinya yang sedang mengemas kue bulan di dalam bok yang akan di setorkan di Supermarket
terdekat. Panganan kue bulan memang menjadi makanan favorit warga Tionghoa di Tanjung Pinang, bahkan warga
China di seluruh dunia. Melihat hal ini,
Erik yang mempunyai jiwa pebisnis dan memang suatu kebetulan jika dia menguasai
pembuatan kue bulan yang beranekaragam,
maka Erik yang telah memeluk Islam, mengajarkan cara membuat kue bulan
dan pemasarannya dijalanankan bersama istrinya. Kepiawaian Erik dalam membuat
kue bulan merupakan warisan turun temurun dari silsilah keluarganya.
Melihat
Dinda, istrinya sedang sibuk bersama karyawannya, Erik mengingat sebuah dongeng
nyata yang diwariskan dari kakek atau terkadang bapaknya menceritakan kisah kue
bulan kepadanya sebelum dia tidur. Kisah yang jalan ceritanya selalu saja sama,
namun Erik kecil tidak pernah bosan mendengar sehingga cerita tersebut melekat
di memorinya.
Melihat
beberapa karyawannya lelah, maka Erik memanggil untuk beristirahat sambil
menikmati kue bulan dengan dua kuning telur asin yang melambangkan bulan. Erik
duduk dan memandangi satu-satu wajah karyawannya.
“Apa
kalian suka kue bulan?” tanyanya dengan senyum merekah.
“Tentu,
Tuan. Saya suka sekali, apalagi anak saya itu wuih…kalau makan gak bisa
dibayangkan,” jawab satu karyawan bertubuh jangkung.
Erik
mengangguk-angguk dan memberikan seulas senyuman kepada karyawan bertubuh
jangkung tersebut, “Saya akan menceritakan kepada kalian kisah kue ini yang kini telah menjadi mata pencaharian
saya.”
“Mata
pencaharian saya juga tentunya, Pak,” Celetuk Tiwil, karyawan yang paling
termuda.
“Ya ya,”
mengangguk-angguk dan tersenyum, “jadi begini ceritanya,” Erik memandangi istri
tercinta berharap ikut mendengarkan cerita dari silsilah keluarganya. Melihat
suaminya memperhatikan Dinda, maka salah satu karyawan perempuan berbisik-bisik
ke Dinda. Dinda yang akhirnya tersadar melihat suaminya memperhatikan dirinya,
segera menghentikan pekerjaannya dan ikut mendengarkannya. Senyumnya
mengembang.
kota Yingtiam ada beberapa Prajurit China yang sedang berbincang-bincang
setelah mereka melakukan ibadah. Interior klenteng yang sederhana itu cukup
menawan. Atap berwarna kuning keemasan dengan garis merah disetiap ruasnya.
Dinding dengan ukiran ular naga yang sangat unik ketika diterpa cahaya lampu
gantung berwarna merah dan berbentuk bulat sebesar bola kaki. Ketika akan
keluar dari klenteng, maka di sana terlihat dua hamparan kolam ikan mas yang
mengimpit klenteng di sisi kiri dan sisi kanan klenteng. Sudut kolam sebelah
kiri, ada beberapa batang pohon bambu kuning. Klenteng ini dikelilingi pagar
dari kayu bambu yang telah di beri warna merah.
Prajurit-prajurt itu tidak lain adalah
Prajurit China sekaligus merangkap sebagai pemberontak yang melawan penjajahan
dari Bangsa Mongol. Ada tiga Prajurit yang ada dalam klenteng tersebut. Salah
seorang dari mereka berjalan mondar-mandir sambil berbicara memberikan arahan.
Dia adalah Zhu Yuanzang.
“Saya tidak menyangka atas sikap
raja kita terhadap kehidupan rakyat China yang menderita pada saat ini.
Bagaimana menderitanya rakyat terutama para petani yang saya lihat disepanjang
perjalanan kemarin,” Zhu Yuanzang tetap berjalan kesana kemari.
“Ya, ketika saya hendak mengambil
tinta di istana untuk menulis beberapa
surat yang akan disebarkan, saya melihat Sang Raja pesta hura-hura bersama para
undangannya,” jawab seorang prajurit yang berbadan kurus sambil menyeduh teh ke
cangkir kecilnya.
“Hmmm....seorang Raja yang tidak
bertanggung jawab atas penderitaan rakyatnya,” lanjut prajurit yang berbaju
cokelat.
“Tuan Zhu Yuanzang! Apa kita
tetap akan menyebarkan surat kepada para penduduk, sementara pengawasan dari
Bangsa Mongol cukup ketat sekali, akhir-akhir ini. Jika kita nekad, saya takut
terjadi hal-hal yang tidak di inginkan,” prajurit yang berbadan kurus berdiri
lalu menghampiri Zhu Yuanzang dan
membawakan secangkir teh kecil untuknya.
“Terimakasih”, Zhu Yuanzang
menyeruput teh dan segera duduk “ Itulah yang menjadi beban hati saya pada saat
ini. Kita harus mencari jalan lain agar
para petani Han dan seluruh rakyat mau mendengarkan ajakan kita untuk
bersama-sama memberontak bangsa Mongol,” Zhu Yuanzang duduk dan memandang lampu-lampu
gantung.
“Apa sebaiknya kita menunda dulu
penyebaran surat-surat kepada penduduk Tuan Zhu Yuanzang.” usul Prajurit
berbadan kurus.
“Tidak. Semakin kita
menunda-nunda, Bangsa Mongol bertindak sewenang-wenang terhadap penduduk China.
Saya ada satu cara untuk tetap menyebarkan surat-surat ini tanpa di curigai
Bangsa Mongol,” wajah Zhu Yuanzang tersenyum merekah seketika.
“Apa itu Tuan?” tanya prajurit
berbaju cokelat dan segera menghampiri Zhu Yuanzang, untuk siap-siap mendengar
ide Zhu Yuanzang.
“Kita harus membuat kue bulan sebanyak-banyaknya. Mengingat kue bulan
adalah makanan favorit rakyat China. Dalam waktu dekat ini mooncake harus sudah
bisa disebarkan,” Zhu Yuanzang memandang kearah dua prajurit yang saling
berpandangan tidak mengerti maksud dari Zhu Yuanzang.
“Tuan, apa hubungan kue bulan
dengan penyebaran surat-surat kepada penduduk?” tanya prajurit bertubuh kurus.
“Kita selipkan surat dalam ukran
kecil kedalam kue bulan,” jawab Zhu Yuanzang.
“Tuan, sekarang saya mengerti
maksud Tuan.”
Sejenak hening. Zhu Yuanzang tanpak memikirkan sesuatu. Tatapannya
menerawang dan memandangi lampu gantung berwarna merah. Lalu tatapannya
berpindah ke wajah prajurit-prajurit yang juga ikut terdiam.
Zhu Yuanzang mengambil nafas, “nah, sekarang kita tinggal menyusun
strategi untuk membagi-bagikan kue ini kepada seluruh Petani Han yang ada di
seluruh kota Yingtiam. Kalian harus berusaha mengumpulkan beberapa prajurit
untuk membagikan kue ini secara merata di seluruh kota Yingtiam khususnya para
Petani Han!” Zhu Yuanzang menatap prajuritnya berharap mereka mengerti atas apa
yang dijelaskannya. Mereka saling pandang lalu mengagguk tanda mengerti.
“Lima orang prajurit membagikan kue
di sebelah utara kota Yingtiam, Lima orang di sebelah selatan, lima orang ke
sebelah barat dan lima orang ke sebelah barat. Dan jangan lupa, kalian harus
memakai baju pendeta!”
“Ya, akan kami laksanakan, Tuan,”
jawab prajurit bertubuh kurus.
“Pemberontakan ini akan dilaksanakan
pada tanggal 15 bulan 8. Jadi, kalian harus menyebarkan kue bulan itu dua hari
sebelum pemberontakan akan dilaksanakan. Agar kue ini terbagi secara merata
keseluruh Petani Han.”
***
Ruangan dapur yang cukup lebar di
salah seorang penduduk China. Atap dapur sudah banyak berlubang, sehingga
cahaya matahari menembus dapur yang
pengap. Ada beberapa karung tumpukan beras di sudut dapur, dan ada juga
beberapa kantong gandum yang di gantungkan di atas tumpukan beras. Asap membumbung
ke luar melalui atap yang sudah berlubang dan dinding dari anyaman bambu.
Jadi, kesannya dapur itu seperti
kebakaran. Dua baskom berukuran besar digunakan untuk mengadon kue bulan. Kuali
yang besar setinggi anak berusia lima tahunan siap merebus beribu-ribu telur
asin.
“Nona Chang! tolong ambilkan
sekantong tepung! Ini sepertinya
adonannya terlalu banyak air,” bibi Yim menudingakan jari telunjuknya kearah
gantunagan tepung.
Nona Chang segera membawa
sekantong tepung dan di tuangkan kedalam baskom. Seketika tepung mengepul ke
wajah Bibi Yim.
“UHUK UHUK UHUK, Nona Chang berhati-hatilah sedikit, lihat mukaku sudah
seperti kue bulan!” Bibi Yim segera mengusap wajahnya dengan punggung
tangannya.
“Bibi! Kenapa Tuan Zhu Yuanzang
membuat kue bulan sebanyak ini? untuk apa Bibi?” Tanya Nona Chang.
“Untuk dibagi-bagikan kepada
penduduk,” jawab Bibi Yim.
“Kok aneh sih, Bi? Dalam rangka
apa ya, Bi?” tanya Nona Chang.
“Saya tidak tahu.Tolong kamu kupas
telur asin itu dan ambil kuningnya saja!” Bibi Yim memasukkan adonan kedalam
cetakan.
“Bibi Yim, sebelum mencetak kue
bulan, tolong gulungan kertas kecil ini diselipkan di dalam kue bulan,” Zhu
Yuanzang meletakkan gulungan kertas kecil-kecil di hadapan Bibi Yim.
“Baik Tuan Zhu Yuanzang,” ketika Zhu Yuanzang berlalu dari dapur, Bibi Yim
membuka satu gulungan kertas, lalu ia baca.
“HABISI ORANG TARTAR/BANGSA MONGOL
TANGGAL 15 BULAN 8. KETIKA MATAHARI DI TITIK PUNCAK.”
Bibi Yim mengernyitkan dahi, lalu
mengangguk-angguk sendiri.
***
Kini kue bulan telah tertata rapi
dalam wadah yang terbuat dari anyaman bambu. Kue bulan akan dibagikan oleh Tuan
Zhu Yuanzanag, besok pada tanggal 13 bulan 8 pukul 5 pagi. Ia mengingatkan dan
memberitahu strategi kepada ke 20 prajurit
untuk membagikan kue bulan itu kepada para penduduk.
Dan mereka menyamar sebagai pendeta.
Pembagian kue bulan berjalan
secara lancar. Bangsa Mongol tidak menaruh curiga sedikit pun kepada prajurit
yang menyamar sebagai seorang pendeta. Ketika para penduduk menerima kue bulan,
mereka sangat senang sekali dan langsung menyantapnya. Ketika kue bulan telah
tergigit sampai di pertengahan, mereka terkejut dengan adanya gulungan kertas
kecil yang mereka temukan. Ada pula yang sempat mengunyah gulungan itu. Ketika
membaca kata demi kata pada gulungan kertas itu, maka para Petani Han sepakat
untuk melaksanakan pesan dari Tuan Zhu Yuanzang.
Pada tanggal 15 bulan 8 rakyat
bangkit berevolusi dan terjadilah pemberontakan secara heroik yang di pimpin
oleh Zhu Yuanzang. Bangsa Mongol sangat terkejut dan tidak menyangka sebelumnya
akan ada penyeranagan cukup besar. Mereka kewalahan menghadapi ribuan penduduk
yang mempunyai semangat tinggi walau senjata mereka cukup sederhana.
Akhirnya tanggal 15 bulan 8,
rakyat berhasil melawan pemerintahan Mongol. Sejak saat itu kue bulan menjadi
makanan tradisional saat terang bulan
dan merayakan upacara bulan purnama yang di sebut Zhong Qiu Jie atau di sebut
sembahyang Tiong Ciu Pia. Lebih populernya di sebut Mooncake Festival.
Karena Dinasti Yuan yang
didirikan Bangsa Mongol berhasil di gempurkan, maka Zhu Yuanzang mendirikan
Dinasti Ming dan ia diangkat menjadi kaisar pertama pada pemerintahan Dinasti
Ming. Dinasti Ming didirikan di kota Yingtian (sekarang Nanjing). Kaisar
Hongwu, Zhu Yuanzang melakukan reformasi pada sistem pemerintahan dan birokrasi
dengan membentuk organ birokrasi baru untuk mencegah lembaga yang mempunyai
wewenang yang terlalu besar. Akhirnya rakyat hidup makmur di bawah pemerintahan
Zhu Yuanzang dan ia menetapkan pada tanggal 15
bulan 8 sebagai perayaan kue bulan atau mooncake festival.
Erik terdiam mengakhiri ceritanya dan matanya terpejam cukup lama. Para karyawan dan istrinya merasa aneh
kepada Erik Chang.
“Kalian tahu, jika dahulu membuat kue bulan di dapur yang pengap, tapi
sekarang kita berada diruangan yang full AC. Jika dahulu kue bulan dibagikan
secara Cuma-Cuma untuk para petani, kita membuat kue bulan untuk dijual kepada
kepada orang yang berduit, karena kue bulan ini harganya memnag cukup mahal.
Jika dahulu membuat kue bulan bertujuan untuk menggerakkan pemberontakan, maka
sekarang kue bulan hanya untuk mengenyangkan perut tanpa melihat yang dibawah.”
Erik menarik nafas panjang, ada rasa sedih di raut mukanya.
“Jadi, apa sih maksud Bapak? Saya binging?” Tanya Tiwil.
“Maksud saya, manjakanlah pembeli dan sedekahkanlah kue-kue ini kepada
para pengemis yang belum tentu pernah merasakan kue bulan pada bulan 8
penaggalan China yang artinya pada bulan September ini. Rezeki kita akan
semakin berkah karena sedekah.”
“Mas, kenapa Mas kok lancer sekali ya menceritakan legenda dari China
tersebut? Dan saat mengucapkan nama Nona Chang, sepertinya raut wajah, Mas kok
berubah bagaimana gitu. Apakah ada kaitanya usaha kue bulan kita dengan legenda
kue bulan, Mas?” Tanya Dinda penuh selidik kepada suaminya.
“Dinda, maafkan aku jika selama ini aku tidak pernah menceritakan kisah
ini padamu, Dindaku. Ini bukan legenda, tapi ini kisah nyata dan Nona Chang itu
merupakan nenek moyangku dari silsilah keluargaku di China.”
“Lho, Mas. Kok perkawinan kita sudah empat tahun kok baru bercerita toh,”
Sungut Dinda.
“Dinda, Mas menunggu waktu yang tepat. Waktu dimana semua mimpiku menjadi
nyata. Menjadi pengusaha kue bulan. Meneruskan usaha yang pernah ditekuni
Ayahku. Dimana usaha itu dahulu berpusat di Batavia, sayang perusahan Ayahku
ditilang Belanda. Melihat penderitaan kami secara mendadak, maka aku berniat
membangun usaha ini dari nol. Dan jika usaha kue bulan ini maju, akan aku
ceritakan pada istri tercintakku. Ternyata mimpi itu mawujud sekarang di
hadapan kalian.”
Diani
Ramadhaniesta adalah nama pena dari Diani Anggarawati. Merupakan salah satu BMI
Hong Kong, dan merupakan salah satu angggota FLP Hong Kong. Telepon:
+85294420042.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.