Headline

Tiga Hari di Rumah Bobo


Oleh: Diani Ramadhaniesta

Eli segera menemui daidai, ketika majikannya itu memanggilnya. Ia lalu duduk di kursi kayu dan  meletakkan kedua tanganya keatas meja. Seperti anak sekolah yang di panggil guru BP  karena  kesalahannya.  Daidai menatapnya tajam. Namun Eli lebih memilih menunduk dan sesekali mendongakkan kepalanya untuk melirik wajah majikannya. Lalu ia tertunduk lagi menatap lantai kayu, sembari memainkan jari-jari kakinya. ”Duh mau ngomong apaan sih kok cuma pandang memandang aja,” batin Eli.

Lalu Eli memalingkan pandangannya keluar jendela. Jendela sebesar layar lebar, melukis kabut-kabut yang menyelimuti kota-kota Hongkong. Musim dingin dengan temperatur udara 6 derajat selsius membuat bibir Eli pecah-pecah, bahkan berdarah. Sesekali Eli mengulum bibirnya jika dirasa telah mengering.

Stop! Don't do it like that(1)”  tiba-tiba si daidai bersuara dan menyentakkan Eli serta merta .

“Bibirku sangat kering mom,” jawab Eli.

“Kamu harus memakai lipsgolls, ok!” timpal majikannya.

Sesaat hening kembali. Entah apa yang akan dibicarakan daidainya kepada Eli. Apakah Eli akan diinterminit, pertanyaan hati kecil Eli. Bukankah akhir-akhir ini Eli sering bertengkar pada majikan perempuannya. Eli bingung dan salah tingkah dengan ulah majikan   pada Eli.

“Eli!” majikan memanggilnya dan Eli segera menatap lekat wajah majikan. ”Jum'at besok kamu harus dirumah, Bobo(2). Karena saya akan belibur ke Eropa.” Suara yang ditunggu-tunggu Eli keluar juga. Namun Eli sangat tidak menginginkan majikannya berkata seperti itu. Eli segera menjenjangkan posisi duduknya yang  sedikit membungkuk, matanya membelalak dan mulutnya menganga.

“Kenapa kamu terkejut Eli?”

“ Emmmm....saya tidak bisa mom. Saya tidak mau di rumah bobo selama mom, di Eropa,” Eli tertunduk dan menggigit bibir bawahnya.

“Why,  Eli? Jika saya ke Eropa, apa yang akan kamu kerjakan jika kamu tidak di rumah Bobo. Kamu free,” sanggah majikan Eli.

  “Tolong mom! saya tidak mau kesana,” Eli mendekapkan kedua tanganya, memohon pada majikannya.

  “Pokoknya kamu harus kesana. Sudah sekarang kamu buatkan saya makan siang. Sebentar lagi saya akan keluar!” majikan Eli beranjak dari duduknya dan berlalu.

                                                                           ***

 Eli terdiam di kamarnya memikirkan kejadian-kejadian saat dia di rumah bobo. Dia ingat betul katika dia mengantarkan Bobonya jalan-jalan sore, bobo selalu pamer pada teman-temannya atau bahkan pada orang yang tidak di kenal sekalipun. Jika Eli adalah pembantu anaknya dan untuk sementara bekerja di rumahnya. Itu sangat bahaya. Jika ternyata yang diajak bicara bobo adalah seorang polisi pasti Eli masuk penjara karena bekerja tidak sesuai alamat yang tercantum di kontrak kerja. Hal yang membuat Eli kesal adalah ketika Sang Bobo memaksa Eli untuk memakan daging babi. Eli menolak mentah-mentah. Saat Eli meminta pada bobo agar Eli yang memasak makan malam, bobo ribut tidak karuan. Eli mengancam jika bukan dia yang masak, maka Eli tidak akan ikut makan malam. Akhirnya bobo mengizinkan Eli masak. Eli merdeka. Dia merasa menang. Masakan terhidang di meja dan dia pergi mandi.

 Waktu makan malam pun telah tiba, Eli merasa ada yang aneh. Hatinya tidak enak. Namun dia tepis perasaan itu. Dia makan dengan lahap. Sugguh lezat masakannya. Namun ternyata perasaan hati yang tidak enak itu dikarenakan bobo mencampurkan babi kedalam masakannya. Melihat babi di dasar piring, dia langsung membuang nasi yang masih tersisa di mangkoknya. Secara refleks, Eli muntah-muntah hingga perutnya terasa melilit.

  Keesokan harinya Eli pulang ke rumah  majikan. Tidak perduli bobo memberi izin atau tidak. Eli sangat jengkel. Kemarahannya tidak bisa di bendung. Kesabarannya telah hilang. Pulang adalah cara terbaik. Entah mengapa setelah dari rumah bobo, Eli menderita panas yang sangat tinggi selama seminggu. Padahal dia di rumah bobo Cuma tiga hari. Sebelumnyua dia juga selalu menderita setelah dari rumah bobo. Seperti tiga bulan yang lalu dia juga ke rumah bobo, dan pulangnya Eli menderita sakit perut.

Semua itu membuat Eli trauma. Dia takut kejadian yang sama bakal terulang lagi. Dia tidak mau jika bobo sampai memberi makan babi lagi dan menyebabkannya  sakit. Dia ingat sekali saat terkulai lemas tidak ada satu orang pun yang menemaninya. Soal makan pun dia bergantung pada temannya yang berada di bawah flatnya. Jika sudah seperti ini, maka Eli akan merindukan ke dua orang tuanya. Kerinduan itu menyebabkan air mata Eli terkuras.

                                                                                ***

 Pagi sekali Eli menderet koper ukuran sedang. Mungkin dia akan ke rumah bobonya. Jalannya cepat. Aku berusaha memanggilnya dan dia menoleh. Eli menatapku nanar. Sepertinya dia habis menangis. Aku kejar dia namun tiba-tiba tanpa ku sadari ada segumpalan asap mengepung tubuhnya dan berputar-putar mengitari tubuhnya. Eli berteriak. Aku berusaha menolongnya, tapi sia-sia. Eli di bawa gulungan asap membumbung tinggi ke langit. Aku berteriak memangil-manggil namanya. Tiba-tiba sebuah tangan dari arah belakang memegang pundakku, dan aku menoleh.
  
 “Eli…..?” kukernyitkan dahi dan aku ingin memeluknya. Namun Eli tersenyum kaku dan menghilang. Aku panik ketakutan dan menjerit sekuatnya.

   “Cece…cece…kenapa? ayo bangun!” tiba-tiba anak asuhku membangunkan tidurku.  Aku peluk mui-mui. Keringatku bercucuran. Aku jadi teringat akan percakapan tadi sore, Eli mengatakan bahwa dia besok pagi akan segera ke rumah bobo. Apa yang akan terjadi dengan Eli? Kenapa aku bermimpi seperti itu? Aku tidak bisa melanjutkan tidur, aku hanya memikirkan Eli, sahabat terbaikku. Ada apa dengan Eli? Semoga dia baik-baik saja.




Keterangan:

1.      Stop! Don’t do it like that : Berhenti! Jangan lakukan seperti itu
2.      Bobo      : Panggilan untuk nenek yang biasa digunakan orang Hong Kong





 Cerpen ini pernah dimuat di Berita Indonesia edisi Desember 2012




Cerpen ini dimuat di Berita Indonesia edisi  Desember 2012

G+

Recent Articles

0 komentar for "Tiga Hari di Rumah Bobo"

Leave a reply